top of page

Hati-Hati! Anak yang Terinfeksi Kedua Kali oleh Virus Dengue dapat Berakibat Fatal

Di awal tahun 2019 Wabah Demam Berdarah Dengue Melanda Indonesia

  • Telah terjadi 13.683 kasus yang meregang 133 jiwa1 hingga 31 Januari 2019.

  • Jumlah kasus DBD tertinggi di Indonesia terjadi di Jawa Timur, yakni 2.657 kasus dan 47 orang diantaranya meninggal dunia.1

  • Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menobatkan Indonesia sebagai negara kedua dari 30 negara wilayah endemis dengan kasus DBD terbesar.2

  • WHO telah merekomendasikan untuk memasukkan vaksin Dengue sebagai elemen penting yang harus diantisipasi dan dipersiapkan dalam strategi pencegahan dan pengendalian DBD.3


Kalventis general ruang pers

Jakarta, 15 Februari 2019 – Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki beban demam berdarah tertinggi melalui virus yang ditularkan nyamuk, di mana kasus terbanyak ditemukan pada anak-anak.4 Hal ini membuat kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan yang mengkhawatirkan di Indonesia. Bahkan, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI disebutkan distribusi kasus DBD sejak minggu pertama 2018 hingga akhir Januari 2019 tertinggi ada di Jawa Timur dengan jumlah kasus 2.657 orang, diikuti Jawa Barat dengan jumlah 2.008 kasus dan NTT 1.169 kasus.1


Berdasarkan informasi dari WHO, DBD adalah masalah kesehatan utama bagi seluruh masyarakat di wilayah tropis dan sub-tropis di dunia, termasuk di Indonesia. Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, telah terjadi peningkatan frekuensi kasus DBD yang sangat tinggi dan belum pernah terjadi sebelumnya. Sekitar 3,9 miliar orang, di 128 negara, berisiko terinfeksi virus Dengue dan diperkirakan hampir sebanyak 390 juta kasus infeksi DBD terjadi setiap tahun. Hal ini mengakibatkan setiap tahun tercatat sebanyak 500.000 orang membutuhkan perawatan akibat terinfeksi virus Dengue dan 20.000 orang di antaranya meninggal dunia.5 WHO juga menyatakan bahwa Amerika Latin, Asia Tenggara dan Pasifik Barat adalah area dengan tingkat penyebaran kasus DBD tertinggi saat ini.5


Virus Dengue, Penyebab DBD

Virus Dengue ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Setelah melalui masa inkubasi virus selama 4-10 hari, maka nyamuk yang terinfeksi dapat menyebarkan virus ini seumur hidupnya. Sedangkan bagi pasien, pada umumnya infeksi terjadi 4-5 hari (maksimum 12 hari) setelah ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. 6


Dengue tersebar di seluruh wilayah tropis dengan berbagai risikonya yang dipengaruhi oleh tingkat curah hujan, temperatur dan urbanisasi besar yang tidak terencana. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja baik anak-anak maupun orang dewasa.6


Virus Dengue memiliki 4 serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.7 Seperti yang telah dilansir oleh Medical Xpress, dimana sekelompok peneliti dari Amerika Serikat dan Nikaragua menemukan bahwa seseorang berisiko mengalami penyakit DBD yang lebih berat setelah infeksi kedua dan seterusnya.8


Gejala yang Perlu Diwaspadai


Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Gejala yang akan muncul seperti ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala, sakit perut, mudah lelah, gelisah, nyeri belakang bola mata, mual dan muntah terus menerus, kesulitan bernapas, menifestasi pendarahan seperti mimisan, gusi berdarah atau muntah darah serta adanya kemerahan di bagian permukaan tubuh pada penderita.6


Upaya Pencegahan : Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

Beberapa metode untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus Dengue telah diadaptasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia ke dalam upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang terdiri dari pengasapan (fogging) hingga 3M yaitu menutup, menguras, dan mengubur.9 Pengasapan (fogging) ini hanya dilakukan pada lokasi tertentu yang terindikasi positif DBD dan untuk memutus mata rantai penularan nyamuk Aedes aegypti.9


Namun, menurut Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, Sp.M(K) menyatakan bahwa pengasapan (fogging) bukan strategi yang utama dalam pencegahan demam berdarah dengue (DBD) sebab fogging hanya menggunakan insektisida sehingga dikhawatirkan terdapat resistensi didalamnya.9



Vaksin Dengue, Elemen Penting dalam Strategi Pencegahan dan Pengendalian DBD

Untuk meningkatkan pengendalian dan mencegah merebaknya penularan penyakit DBD, WHO menerbitkan position paper terbaru pada September 2018 terkait vaksin Dengue yang berisikan rekomendasi bagi negara-negara endemik DBD seperti Indonesia untuk mempertimbangkan pengenalan vaksinasi Dengue sebagai bagian untuk mengendalikan beban penyakit.5


Vaksin Dengue adalah vaksin untuk mencegah infeksi Dengue atau mengurangi risiko seorang anak terkena infeksi Dengue yang berat.7 Berdasarkan hasil penelitian, vaksin ini memiliki hasil efikasi terbaik pada anak berusia 9-16 tahun.7 Tetapi perlu diperhatikan sebelumnya, WHO juga telah memberikan pernyataan bahwa vaksin Dengue hanya boleh digunakan bagi orang-orang yang sebelumnya pernah terjangkit penyakit DBD.10


Pada bulan Agustus tahun 2016 lalu, vaksin Dengue pertama di dunia mendapat persetujuan dari BPOM. Sejak saat itu, vaksin Dengue tetravalen, yang memberikan perlindungan terhadap 4 tipe virus Dengue, sudah resmi beredar di Indonesia. Indonesia merupakan negara kedua di Asia yang telah memberi izin edar vaksin Dengue. Saat ini terdapat 20 negara di dunia yang telah menyetujui penggunaan vaksin Dengue di antaranya Indonesia, Vietnam, Thailand, Brazil, Meksiko, Honduras dan negara-negara di Uni Eropa.11,12 Untuk menurunkan angka kejadian serta beban ekonomi akibat infeksi Dengue yang begitu tinggi di Indonesia diperlukan tindakan pencegahan yang terintegrasi, salah satunya adalah melalui pemberian vaksin Dengue untuk mengendalikan penyebaran penyakit DBD.7





Tentang Sanofi

Sanofi didedikasikan untuk membantu manusia dalam menghadapi permasalahan kesehatan. Kami adalah perusahaan biofarmasi global yang fokus pada kesehatan manusia. Kami mencegah penyakit dengan vaksin serta menyediakan perawatan inovatif untuk mengatasi rasa sakit dan meringankan penderitaan. Kami berdiri bersama orang-orang yang mengidap penyakit langka dan jutaan lainnya yang menderita kondisi kronis jangka panjang.


Bersama lebih dari 100 ribu karyawan di 100 negara, Sanofi mengubah inovasi ilmiah menjadi solusi perawatan kesehatan di seluruh dunia.


Sanofi, Empowering Life.


Sanofi Pasteur, divisi vaksin di Sanofi, menyediakan lebih dari 1 miliar dosis vaksin setiap tahun, sehingga memungkinkan untuk dapat memvaksinasi lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia. Sebagai pemimpin di industri vaksin di dunia, Sanofi Pasteur memiliki portofolio vaksin berkualitas tinggi yang selaras dengan keahliannya di tiap area dan memenuhi kebutuhan kesehatan publik. Sanofi Pasteur merupakan bagian sejarah perusahaan yang lebih dari satu abad lalu menciptakan vaksin yang melindungi kehidupan. Sanofi Pasteur adalah perusahaan terbesar yang seluruhnya didedikasikan untuk vaksin. Setiap hari, Sanofi Pasteur berinvestasi lebih dari €1 juta untuk penelitian dan pengembangan. Informasi lebih lanjut, silakan kunjungi : www.sanofipasteur.com atau www.sanofipasteur.us


Forward-Looking Statements

This press release contains forward-looking statements as defined in the Private Securities Litigation Reform Act of 1995, as amended. Forward-looking statements are statements that are not historical facts. These statements include projections and estimates and their underlying assumptions, statements regarding plans, objectives, intentions and expectations with respect to future financial results, events, operations, services, product development and potential, and statements regarding future performance. Forward-looking statements are generally identified by the words “expects”, “anticipates”, “believes”, “intends”, “estimates”, “plans” and similar expressions. Although Sanofi’s management believes that the expectations reflected in such forward-looking statements are reasonable, investors are cautioned that forward-looking information and statements are subject to various risks and uncertainties, many of which are difficult to predict and generally beyond the control of Sanofi, that could cause actual results and developments to differ materially from those expressed in, or implied or projected by, the forward-looking information and statements. These risks and uncertainties include among other things, the uncertainties inherent in research and development, future clinical data and analysis, including post marketing, decisions by regulatory authorities, such as the FDA or the EMA, regarding whether and when to approve any drug, device or biological application that may be filed for any such product candidates as well as their decisions regarding labelling and other matters that could affect the availability or commercial potential of such product candidates, the absence of guarantee that the product candidates if approved will be commercially successful, the future approval and commercial success of therapeutic alternatives, Sanofi’s ability to benefit from external growth opportunities and/or obtain regulatory clearances, risks associated with intellectual property and any related pending or future litigation and the ultimate outcome of such litigation, trends in exchange rates and prevailing interest rates, volatile economic conditions, the impact of cost containment initiatives and subsequent changes thereto, the average number of shares outstanding as well as those discussed or identified in the public filings with the SEC and the AMF made by Sanofi, including those listed under “Risk Factors” and “Cautionary Statement Regarding ForwardLooking Statements” in Sanofi’s annual report on Form 20-F for the year ended December 31, 2016. Other than as required by applicable law, Sanofi does not undertake any obligation to update or revise any forward-looking information or statements.



Kontak Anda

Sharon Loreta Olich

Country Communications and CSR Head

Telephone: +62 811 1320 2060

Comments


bottom of page